KORPORATNEWS.COM, Jakarta – Ekosistem Pembiayaan Perumahan secara resmi dibentuk oleh pemerintah pada Rabu (25/01/2023).
Hadirnya Ekosistem Pembiayaan Perumahan ini merupakan satu upaya untuk mempercepat pengadaan rumah hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat di berbagai daerah.
Sekretariat Ekosistem Pembiayaan Perumahan dibentuk melalui Memorandum of Understanding (MoU) antara sejumlah pihak, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, dan Bank BTN.
Kerjasama ini juga melibatkan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) BP Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan BUMN Perum Perumnas.
Herry Trisaputra Zuna selaku Dirjen Pembiayaan Infrastruktur PUPR mengatakan, Ekosistem Pembiayaan Perumahan diharapkan bisa jadi solusi menyelesaikan 12,71 juta backlog rumah.
Menurutnya sampai saat ini Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat.
“Ini merupakan satu tantangan yang besar, tapi di sisi lain pemangku kepentingan dalam urusan perumahan juga banyak. Seperti Kemenkeu, PUPR, BP Tapera, pengembang dan bank penyalur pembiayaan perumahan,” jelasnya.
Untuk itu, kerjasama dalam satu ekosistem ini diharapkan dapat menyeleraskan langkah dari semua pihak agar hasilnya lebih optimal dalam pemenuhan kebutuhan rumah.
Selanjutnya, seluruh pihak yang tergabung di Ekosistem Pembiayaan Perumahan bisa saling berkoordinasi dan kolaborasi, serta semakin solid dalam mengembangkan berbagai inovasi pembiayaan rumah.
Herry mencontohkan, untuk segmen Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bisa diarahkan untuk memiliki hunian vertikal di wilayah perkotaan melalui skema RTO dan SSO.
Sementara Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban menyatakan, ekosistem ini menggabungkan berbagai pihak dari supply hingga demand, regulator, BUMN, swasta, dan masyarakat.
Tujuannya agar negara bisa hadir dalam memberikan hunian tempat tinggal yang layak bagi seluruh masyarakat terutama segmen MBR.
Menurutnya pemenuhan hunian bagi masyarakat merupakan hak yang dijamin dalam UUD 1945, namun hal itu tidak bisa dipenuhi dari APBN karena dananya terbatas.
“Karena APBN kita terbatas, maka hadirnya ekosistem ini diharapkan bisa memberikan masukan dan solusi pembiayaan. Sehingga semuanya dapat berjalan dengan optimal, termasuk upaya-upaya pendanaan yang kreatif,” ungkapnya.
Sebagai bank penyalur kredit perumahan terbesar, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) juga tetap berupaya mengentaskan backlog rumah yang layak dan terjangkau.
Salah satu langkah yang dijalankan BTN yaitu dengan melakukan rights issue dan telah mengantongi dana Rp4,13 triliun yang akan digunakan untuk menopang pembiayaan baru.
Bank BUMN ini menyatakan dana hasil rights issue akan meningkatkan kapasitas pembiayaan, terutama di segmen masyarakat berpenghasilan rendah.
Terlebih dengan bergabung di ini, BTN akan semakin optimal dalam penyediaan kredit perumahan, agar bisa mencapai target zero backlog pada tahun 2045. []
Ekosistem Pembiayaan Perumahan secara resmi dibentuk oleh pemerintah pada Rabu (25/01/2023).
Hadirnya Ekosistem Pembiayaan Perumahan ini merupakan satu upaya untuk mempercepat pengadaan rumah hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat di berbagai daerah.
Sekretariat Ekosistem Pembiayaan Perumahan dibentuk melalui Memorandum of Understanding (MoU) antara sejumlah pihak, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, dan Bank BTN.
Kerjasama ini juga melibatkan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) BP Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dan BUMN Perum Perumnas.
Herry Trisaputra Zuna selaku Dirjen Pembiayaan Infrastruktur PUPR mengatakan, Ekosistem Pembiayaan Perumahan diharapkan bisa jadi solusi menyelesaikan 12,71 juta backlog rumah.
Menurutnya sampai saat ini Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat.
“Ini merupakan satu tantangan yang besar, tapi di sisi lain pemangku kepentingan dalam urusan perumahan juga banyak. Seperti Kemenkeu, PUPR, BP Tapera, pengembang dan bank penyalur pembiayaan perumahan,” jelasnya.
Untuk itu, kerjasama dalam satu ekosistem ini diharapkan dapat menyeleraskan langkah dari semua pihak agar hasilnya lebih optimal dalam pemenuhan kebutuhan rumah.
Selanjutnya, seluruh pihak yang tergabung di Ekosistem Pembiayaan Perumahan bisa saling berkoordinasi dan kolaborasi, serta semakin solid dalam mengembangkan berbagai inovasi pembiayaan rumah.
Herry mencontohkan, untuk segmen Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) bisa diarahkan untuk memiliki hunian vertikal di wilayah perkotaan melalui skema RTO dan SSO.
Sementara Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban menyatakan, ekosistem ini menggabungkan berbagai pihak dari supply hingga demand, regulator, BUMN, swasta, dan masyarakat.
Tujuannya agar negara bisa hadir dalam memberikan hunian tempat tinggal yang layak bagi seluruh masyarakat terutama segmen MBR.
Menurutnya pemenuhan hunian bagi masyarakat merupakan hak yang dijamin dalam UUD 1945, namun hal itu tidak bisa dipenuhi dari APBN karena dananya terbatas.
“Karena APBN kita terbatas, maka hadirnya ekosistem ini diharapkan bisa memberikan masukan dan solusi pembiayaan. Sehingga semuanya dapat berjalan dengan optimal, termasuk upaya-upaya pendanaan yang kreatif,” ungkapnya.
Sebagai bank penyalur kredit perumahan terbesar, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) juga tetap berupaya mengentaskan backlog rumah yang layak dan terjangkau.
Salah satu langkah yang dijalankan BTN yaitu dengan melakukan rights issue dan telah mengantongi dana Rp4,13 triliun yang akan digunakan untuk menopang pembiayaan baru.
Bank BUMN ini menyatakan dana hasil rights issue akan meningkatkan kapasitas pembiayaan, terutama di segmen masyarakat berpenghasilan rendah.
Terlebih dengan bergabung di ini, BTN akan semakin optimal dalam penyediaan kredit perumahan, agar bisa mencapai target zero backlog pada tahun 2045. []